Raja Silahisabungan dari SIlalahi Nabolak keturunannya terdiri
dari 8 (Delapan) Anak dan 1 putri. Keturunan Silahisabungan
dari 2 (dua)istri :
Istri pertama ialah putri Raja Pakpak, Raja Parultep Padangbatangari,
bernama Pingganmatio Padangbatangari. Anak- anaknya :
- Lohoraja
(menurunkan marga Sihaloho, Silalahi)
- Tungkiraja
(menurunkan marga Situngkir, Sipangkar, Sipayung, Silalahi)
- Sondiraja
(Rumasondi,Rumasingap,Silalahi,Naiborhu, Sinurat, Nadapdap, Doloksaribu)
- Butarraja
(menurunkan marga Sidabutar,Silalahi)
- Dabaribaraja
(menurunkan marga Sidabariba, Silalahi)
- Debangraja
(menurunkan marga Sidebang,Silalahi)
- Baturaja
(menurunkan marga Pintu Batu,Sigiro, Silalahi)
Istri kedua ialah putri Raja Nairasaon, raja negeri
Sibisa, bernama Siboru Nailing Nairasaon. Anak-anaknya :
- Tambunraja alias
Raja Tambun ( Tambun, Tambunan, Daulay)

Khusus untuk marga Silalahi, awalnya sebutan Silalahi adalah
identitas/panggilan bagi keturunan Silahisabungan ang berada diperantauan (
umumnya dinegeri Pakapak, Simalungun, Karo), yang berarti sebagai
orang-orang pendatang yang asal-muasalnya berasal dari Silalahi
Nabolak, orang-orang Silalahi.
Hal sama juga terjadi bagi mereka (pendatang) dari Toba, sehingga
diperantauan (khususnya di Smalungun, Pakapak, Karo) mereka dipanggil
orang-orang Toba. Umumnya pemakai marga Silalahi sudah lahir dan berkembang
diluar Silalahi Nabolak.
Alhasil, marga Silalahi secara sepihak juga mereka nyatakan sebagai marga
parsadaan keturunan Raja Silahisabungan dari Silalahi Nabolak, Dairi. Kelompok Silalahi Parmahan di Balige Toba, merupakan keturunan Rumasondi.
Kelompok Silalahi di Samosir Pangururan dan Tolping Ambarita umumnya ialah
keturunan Bursokraja anak Debangraja. Ada pula memakai Silalahi namun
keturunan Sidebang, Sidabutar, Sidabariba, Sigiro, Pintu Batu. Umumnya kelompok
ini berkembang di Pakpak, Simalungun, Karo dan Pesisir Melayu.
Keturunan Raja Parmahan Silalahi alias Raja Bunga-bunga (di Balige )
memiliki nama yang mirip keturunan Silahisabungan di Silalahi Nabolak, yaitu
Sinabutar, Sinabang, Sinagiro,Sinaloho. Meski kemudian, keempat keturununan ini
dianjurkan supaya memakai marga Silalahi saja. Namun di Samosir adapula mereka
yang memakai marga Sinabutar atau Sinabang.
TUGU MAKAM RAJA SILAHISABUNGAN
Pada dinding makam tugu dihiasi dengan relief-relief yang mengisahkan
kejadian-kejadian penting pada masa-masa kehidupan Raja Silahisabungan. Selain
itu, beberapa tempat yang menjadi objek-objek penting pada masa kehidupan Raja
Silahisabungan juga masih eksis dan terawat dengan baik. Tempat-tempat ini
merupakan fakta legenda-legenda yang ada dan diwariska kepada keturunan Raja
Silahisabungan dewasa ini. Objek tersebut diantaranya : Mual Sipaulak Hosa,
Batu Sigadap Batu Sijonjong, Sopa ni Siboru Deang Namora, dan lain-lain.
Raja Silahisabungan dikenal fenomenal dan sangat disegani. dalam
legendanya, Raja Silahisabungan mendapat tantangan dari Raja Parultep (
Pengguasa negeri Pakpak Dairi ) karena diam-diam berada di wilayahnya, namun
kemudian Raja Parultep diam-diam mengagumi kepiawaian Silahi Sabungan sehingga
ia kemudian menawarkan putri sematawayangnya kepada Silahisabungan meski dengan
cara seolah memperdayakan Silahisabungan, namun Silahisabungan berhasil
mengatasinya dan tepat memilih sang putri Raja Parultep.
Sang Putri Raja Pakpak, Parultep Padangbatangari itupun kemudian diberi
nama yaitu Pingganmatio Padangbatangari. Pada jaman itu belumlah ada mengenal
marga keturunan atau boru sebagaimana umumnya keturunan batak dewasa ini.
Pingganmatio melahirkan tujuh (7) putra bagi Silahisabungan dan seorang putri
semata wayang pula, yaitu Deang Namora. Konon sang putri Deang Namora meninggal
dalam usia muda dan belum sempat menikah.
Silahisabungan juga berhasil mengobati putri Raja Nairasaon di Sibisa
(Toba), sehingga Silahi Sabungan juga menikahi putri sang putri Siboru Nailing,
putri Raja Nairasoan di Sibisa. Namun setelah melahirkan seorang putra yang
dinamai Si Tambun, Silahisabungan diminta Raja Nairasaon (sesuai kesepakatan
perjanjian diantara mereka) harus meninggalkan Sibisa dan sang putri Siboru
Nailing karena sebelumnya sang putri telah ditunangkan dengan seorang keturunan
Sianturi dari Toba Muara. Raja Silahisabungan neninggalkan Sibisa dan membawa
sang putranya, Si Tambun, ke Silalahi Nabolak. Si Tambun diasuh dan
dibesarkan di Silalahi Nabolak dan diberi nama Tambunraja. Namun setelah
beranjak dewasa, Tambunraja meminta untuk menemui ibunya di Sibisa. Tambunraja
kemudian menetap di Sibisa dan menikahi putri sang pamannya, Raja Mangarerak,
dan di Sibisa ia familiar disebut/dikenal dengan panggilan Siraja Tambun.
Sayang, sampai saat ini, keturunan Tambunraja alias Siraja Tambun masih
bersikukuh berbeda pendapat dan belum bisa bersatu hati terkait peresmian Tugu
Siraja Tambun di Sibisa. Kesan perpecahan ini berakibat seolah diantara
keturunan Siraja Tambun terdiri atas 2 kubu. Tugu yang hampir selesai dibangun
urung diresmikan dan kini tidak terawat dirundung belantara. Keadaan semakin
diperuncing lagi dengan rekayasa sekelompok Silalahi yang berasal dari
Samosir, yang kemudian memanfaatkan situasi dan kondisi ini dan lalu
mengakuisisi sepihak keturunan Siraja Tambun. Sepihak keturunan Siraja Tambun
dan sekelompok Silalahi dari Samosir telah menolak keabsahan tarombo Raja
Silahi Sabungan dan keberadaan Tugu Makam Raja Silahi Sabungan (TUMARAS) di
Silalahi Nabolak.
Kelompok Silalahi dari Samosir yang kini tersebar sering melontarkan
istilah Si Pitu Turpuk merujuk kapada 7 keturunan Raja Silahisabungan di
Silalahi Nabolak. Kita keturunan Raja Silahisabungan agar tidak serta merta
memakai istilah ini. Istilah Si Pitu Turpuk adalah arogan dan memenggal
kesatuan 8 keturunan Raja Silahisabungan sebagaimana termaktub dalam Poda
Sagu-sagu Marlangan.
“Keturunan Raja Silahisabungan Sejatinya Tidak Menegenal Istilah Si Pitu
Turpuk. Istilah Si Pitu Turpuk Adalah Jarum Yang Digunakan Sekelompok Yang
Mengaku Silalahi ( dari negeri entah berantah ) Yang Ingin Merongrong Kesatuan
Keutuhan Keturunan Raja Silahi Sabungan”