Raja Silahi Sabungan

-Pinggan Matio Br.PadangBatang Hari
1. Loho Raja
2.Tungkir Raja
3. Sondi Raja
4. Butar Raja
5. Dabariba Raja
6. Debang Raja
7. Batu Raja

-Nailing Boru Nairasaon
8. Tambun Raja

*Putri : Deang Namora

PODA SAGU-SAGU MARLANGAN


Share This

Raja Silahisabungan Pewaris Empat Pusaka Bernilai Budaya

Oleh: Piter Silalahi

Di kalangan masyarakat Batak, Raja Silahisabungan pasti sudah tidak asing lagi karena pomparan (anak-cucu) Raja Silahisabungan telah berkembang biak tidak hanya dalam suatu daerah tetapi telah tersebar di Indonesia bahkan mancanegara. Selain sejarah atau kisah raja yang sakti ini sangat menarik dan memberi manfaat bagi perkembangan dan pemeliharaan nilai-nilai luhur dari suku maupun kebudayaaan Batak Toba yang mejadi pusaka kekayaan budaya nusantara.
Nama Raja Silahisabungan berasal dari bahasa Batak mula-mula yakni: Silahi berarti seorang laki-laki dan sabungan berarti petarung atau pendekar. Silahisabungan dapat diartikan menjadi seorang laki-laki yang pandai bertarung. Hal ini tampak dari relief-relief yang terdapat pada tugu/makam Raja Silahisabungan. Pada perkembangan selanjutnya nama Raja Silahisabungan dijadikan marga yaitu Silalahi.


Raja Silahisabungan merupakan raja dan seorang pendekar sakti , yang pada awalnya berasal dari suatu daerah yang bernama Balige dan merantau ke suatu daerah di sebelah Barat tepian Danau Toba yang saat ini disebut Desa Silalahi Nabolak, yang pada waktu itu masih berbatasan dengan Paropo.

Dalam masa hidupnya Raja Silahisabungan banyak meninggalkan pusaka-pusaka baik, yang dibuat langsung olehnya sendiri maupun keturunannya. Keseluruhan pusaka tersebut dapat menjadi suatu tanda kesalian budaya Indonesia sekaligus menjadi bukti nyata dari kejayaan bangsa Indonesia pada masa silam. Adapun pusaka-pusaka tersebut yakni: 
Pusaka Pertama yaitu pusaka yang berupa marga-marga pomparan Raja Silahisabungan seperti: LohoRaja (Sihaloho), TungkirRaja (Situngkir), SondiRaja (RumaSondi, Rumasingap, Raja Bunga-Bunga gelar Raja Parmahan, Dabariba Laut), ButarRaja ( Sinabutar), DabaribaRaja (Sidabariba), DebangRaja (Sidebang), BatuRaja (Pintu Batu) yang dilahirkan oleh isteri pertama Raja Silahisabungan yaitu Pinggan Matio boru Padangbatanghari, dan Tambun Raja (Tambunan) yang dilahirkan oleh isteri keduanya Siboru Nailing boru Nairasaon. Semasa hidupnya Raja Silahisabungan adalah seorang yang sering merantau ke berbagai wilayah di Sumatera Utara, sehingga ada pula dari berbagai daerah tersebut yang disamakan dengan marga Silalahi, di antaranya: Sembiring dari Karo, Sipayung dari Simalungun, Telembanua dari Nias. Pada perkembangan selanjutnya putera dari Raja Silahisabungan mempunya keturunana yang juga dijadikan marga pomparan Raja Silahisabungan, yakni: Doloksaribu, Sinurat, dan Nadapdap. Pusaka marga inilah yang sampai sekarang masih dipertahankan oleh pinompar (keturunan) Raja Silahisabungan khususnya, dan suku Batak umumnya.


Pusaka Kedua
Raja Silahisabungan yaitu berupa nasehat yang disebut dengan Poda Sagu-Sagu Marlangan, yang secara harfiah: Poda berarti nasehat dari orang memiliki kewenangan, Sagu-sagu berarti semacam bentuk roti orang Batak yang dibuat dari tepung beras dengan bentuk tertentu misalnya dengan menggenggam dan tetap mempertahankan bentuk genggamannya, Marlangan berarti berwarna pucat. Poda Sagu-sagu Marlangan ini disampaikan oleh Raja Silahisabungan pada suatu acara pemberangkatan anaknya Tambun Raja ke Sibisa untuk menemui tulangnya Manurung. Tujuan disampaikannya Poda Sagu-sagu Marlangan ini adalah untuk menjaga agar di kemudian hari tidak ada anggapan dari ketujuh saudara si Tambun Raja bahwa Tambun Raja bukanlah anak dari Raja Silahisabungan, sekaligus untuk menjaga persatuan dan kesatuan di antara keturunan Raja Silahisabungan. Adapun isi dari dari Poda Sagu-Sagu Marlangan tersebut dalam bahasa Batak Toba yakni:

  • Ingkon masihaholongan hamu sama hamu sahat ro di pomparan muna ( kalian putera saya yang delapan orang harus saling mengasihi sampai pada keturunan kalian).
  • Naso tupa dohonon muna na so saama saina hamu na pitu dohot si Tambun Raja on jala inkon sisada anak sisada boru do hamu (Kalian puteraku yang tujuh orang dari Loho Raja sampai Batu Raja, tidak boleh mengatakan bahwa kalian bukan satu bapak dan satu ibu dengan Tambun Raja. Kalian delapan orang harus mengaku menjadi bapak terhadap semua anak laki-laki dan perempuan keturunan kalian).
  • Hamu napitu dohot angka pinomparmu ingkon humolong rohamu diboruni anggi muna si Tambun Raja ro di pomparanna, jala ho pe Tambun Raja dohot sandok pomparanmu, ingkon humolong roham di boru ni angka hahami dohot pomparanna (kalian puteraku yang tujuh orang dan semua keturunan kalian harus lebih mengasihi puteri Tambun Raja dengan keturunannya, demikian juga engkatu Tambun Raja harus lebih mengasihi puteri abangmu yang tujuh orang berikut keturunannya).
  • Naso jadi olion ni pomparanmu napitu pomparanni anggimu si Tambun Raja on, jala naso jadi olion ni pomparan ni si Tambun Raja pomparan ni haham na pitu on (keturunan dari puteraku yang tujuh tidak boleh saling mengawini dengan keturunan Tambun Raja).
  • Naso tupa pungkaon muna bada mangan salisi. Ia adong parbadaan di hamu na pitu sahat ro di pomparan muna sandok ingkon anggi muna manang pomparanna si bahen dame di hamu, mambaen uhum na tingkos jala naso boi mardingkan ingkon oloan jala tung so jadi juan muna, laos songoni do ho Tambun Raja ia adong parbadaan di pomparanmu sandok ingkon sian pompran ni haham na pitu on ma sibaen dame jala sidabu uhum na tingkos na so tupa mardingkan, jala naso jadi juaon muna, jala molo adong parbadaan dihamu naso tupa halak na asing pasaehon (tidak satu orang pun di antara kalian puteraku yang boleh memulai persilisihan. Namun jika ada perselisihan di anttara puteraku yang tujuh orang sampai keturunannya, maka penengah harus dari keturunan Tambun Raja yang akan memberikan putusan yang adil dan tidak memihak yang harus dipatuhi, sebaliknya juga dengan Tambun Raja).

Apabila kita tinjau sekilas, Poda Sagu-Sagu Marlangan tersebut hanya tertuju bagi keturunan Raja Silahisabungan, namun jika kita perhatikan secara penerapannya, setiap marga Batak (di luar pomparan atau keturunan Raja Silahisabungan), perlu menerapkannya agar terjalin persatuan dan kesatuan dala setiap marga Batak tersebut. Poda Sagu-sagu Marlangan ini merupakan yang hingga saat ini masih banyak dilaksanakan oleh keturunan Raja Silahisabungan.


Pusaka Ketiga yaitu berupa dua buah batu keramat yang dipercayai mempunyai kekuatan mistik. Batu ini berbentuk memanjang dengan posisi, satu berdiri (jongjong) dan satu lagi tergelatak (gadap). Oleh penduduk Desa Silalahi, kedua batu tersebut dinamakan batu Sijongjong dan batu Sigadap, batu ini disebut Batu Panungkunan. Hingga sekarang batu ini masih masih ada dan dipercaya kebenarannya. Apabila kebenaran dan ketidakbenaran seseorang hendak diuji, maka dibawalah orang tersebut datang ke batu tersebut. Seseorang yang berani meletakkan sirih di kedua batu ini dan ingi nmengetahui kebenaran dan ketidakbenarannya dalam suatu perkara, maka apabila dia benar maka dia akan selamat seperti batu yang berdiri, namun apabila dia bersalah , dia akan gadap alias mati.


Pusaka keempat dari Raja Silahisabungan yaitu berupa pusaka buat namun bernilai sejarah, yakni Tugu/Makam Raja Silahisabungan yang dibangun oleh keturunan dari 8 orang puteranya. Tugu/makam ini baru selesai dibuat dan diresmikan pada tanggal 23-27 Nopember 1981 yang lalu dengan upacara adat yang sangat besar. Tugu/makam ini dirancang sedemikian rupa, sehingga setiap bentuk mengandung makna dan maksud tertentu. Pada peresmian tanggal 24 Nopember yang lalu (1981) , perencana teknik pembangunan tugu/makam tersebut yakni Ir. Parlindungan Silalahi Sondi Raja memberikan penjelasan yang konkrit mengenai bentuk dan arti dari tugu/makam tersebut.


Tingkatan dari pelataran sampai puncak tugu merupakan cita-cita yang tinggi dari semua pomparan Raja Silahisabungan. Tinggi dan kolom-kolom yang berada di bawah pelataran menggambarkan bahwa pomparan Raja Silahisabungan merupakan manusia kerja. Bagian lengkung merupakan gambaran sikap toleransi warga Silahisabungan. Pintu-pintu menggambarkan keterbukaan hati manusia. Persegidelapan dari kontruksi menara menggambarkan jumlah putera Raja Silahisabungan. Obor di puncak tugu merupakan penyuluh, instruktur, pemberi bimbingan dan advis. Relief pada dinding segidelapan dari konstruksi menggambarkan kehidupan dan penghidupan Raja Silahisabungan. Hiasan-hiasan geometris dengan warna merah, putih, dan hitam adalah warna tritunggal tradisional dari suku Batak. Tugu/makam ini sebenarnya terdiri dari 3 (tiga) bagian penting di luar dan di dalamnya, yaitu: lantai yang dapat dicapai para perziarah/masyarakat umun, sebuah makam tempat tulang-belulang Raja Silahisabungan dan kedelapan puteranya disemayamkan.


Tugu/makam ini dibangun di atas sebidang tanah dengan ukuran 71 meter kali 33 meter, dan ukuran ini juga mempunyai makna khusus yakni: tujuh dan satu menandakan kedelapan puteranya bersatu membangun tugu/makam tersebut, dengan gondang sebanyak 33 buah (bukan gondang sebagai alat musik tetapi berupa lagu), antara lain: 11 buah Gondang Namartua, 11 buah Gondang Saniang, dan 11 buah Gondang Debata. Untuk mengikat rasa persatuan keturunan Raja Silahisabungan, maka diadakan berupa ulang tahun tugu setiap tahunnya, dengan panitia penyelenggara ditunjuk bergilir dari marga Loho Raja (Haloho) hingga marga Tambun Raja (Tambunan),dan seterusnya. Pesta ulang tahun ini mempunyai daya tarik tersendiri bagi para wisatawan sebagai suatu cara untuk memperkenalkan kebudayaan Indonesia kepada wisatawan asing maupun domestik.

(Beberapa orang Keturunan Raja Silahisabungan berphoto di Tugu Raja Silahisabungan)

Keempat pusaka inilah yang hingga kini masih dipertahankan oleh keturunan Raja Silahisabungan dan merupakan wujud nyata dari kejayaan budaya Indonesia umumnya, Raja Silahisabungan khususnya. Pusaka-pusaka tersebut juga merupakan suatu titik awal untuk mengingkatkan wisata budaya Indonesia. Untuk itu dibutuhkan perhatian dari seluruh kalangan masyarakat dan pemerintah khusunya keturunan Raja Silahisabungan. (Dikutip seperti aslinya dari Harian Sinar Indonesia Baru, tanggal 22 Januari 2006).

3 Responses so far.

  1. Unknown says:

    horas bapatua/bapauda/ito
    saya silalahi sondiraja, siraja parmahan
    naeng manukkun jo nian hami naposo on
    nakkin adong hujaha : " sehingga ada pula dari berbagai daerah tersebut yang disamakan dengan marga Silalahi, di antaranya: Sembiring dari Karo, Sipayung dari Simalungun, Telambanua dari Nias."
    * apakah memang benar marga Telaumbanua itu termasuk pada marga silalahi?.
    * jika iYa, apakah ada yg bukti yg mengatakan atau menunjukkan bahwa telaumbanua itu sama dengan marga silalahi? kenapa slama ini tidak pernah dipublikasikan/share sehingga kami naposo ini bisa lebih mengetahui kesamaan marga itu (karna saya baru pertama x ini membaca bhw telaumbanua masuk pada marga silalahi)..?
    * dari ke-8 putra raja silahisabungan, telaumbanua termasuk/pomparan dari nomor berapa?
    Mauliate parjolo bapatua/bapauda/ito...
    horas

  2. Unknown says:

    8 popparan silahisabungan idia posisi silalahi tolping? Bingung ....

  3. Horas bapa bnyak mmng yg tdk tau bhwa kmi sipayung ini adalah silalahi situngkir Dr 7/1 silalahi parmahan. Krn kmi udh dlhirkan disimalungun it sbabny sipayung dimasukkan ke simalungun lwt prpadanan mrga sinaga simalungun.. Nmun asliny sipayung it Dr silalahi nabolak..

Leave a Reply

Raja Silahisabungan