Boru Saroding
Raja Silahi Sabungan
-Pinggan Matio Br.PadangBatang Hari
1. Loho Raja
2.Tungkir Raja
3. Sondi Raja
4. Butar Raja
5. Dabariba Raja
6. Debang Raja
7. Batu Raja
-Nailing Boru Nairasaon
8. Tambun Raja
*Putri : Deang Namora
PODA SAGU-SAGU MARLANGAN
-Pinggan Matio Br.PadangBatang Hari
1. Loho Raja
2.Tungkir Raja
3. Sondi Raja
4. Butar Raja
5. Dabariba Raja
6. Debang Raja
7. Batu Raja
-Nailing Boru Nairasaon
8. Tambun Raja
*Putri : Deang Namora
PODA SAGU-SAGU MARLANGAN
Boru Saroding
Suatu hari menjelang siang, Boru
Saroding pergi ke Danau Toba untuk mandi sekaligus mencuci pakaian
tepatnya di tepi pantai tempat tinggal orang tuanya yang terletak
diantara Palipi-Mogang (Kecamatan Palipi Kab.Samosir) yang bersebelahan
dengan Rassang Bosi dan Dolok Martahan. Boru Saroding terkenal dengan
kecantikannya, konon pada jaman itu Boru Saroding diklaim sebagai Putri
tercantik dari seluruh Putir/Boru Pandiangan, karena kecantikannya,
banyak Pemuda yang datang dari kampung lain bahkan dari seberang Danau
Toba untuk merayunya (Manandangi) akan tetapi tak satupun yang mampu
menahlukkan hatinya baik yang kaya ataupun yang tampan, pemuda yang
datang pulang tanpa hasil namun pemuda-pemuda tersebut juga tidak merasa
sakit hati karena Boru Saroding menyambut mereka dengan sopan dan
ramah.
Boru Saroding yang dikenal pendiam,
sopan, taat akan orang tua dan baik hati terhadap teman-temannya, pandai
membuat Ulos Batak, pekerja ulet membuat orang tuanya cukup heran
sekaligus bangga terhadap putrinya Boru Saroding yang dalam adat Batak,
sifat dan sikap Boru Saroding merupakan calon menantu idaman yang
sangat di cari oleh putra raja.
Ketika Boru Saroding sedang
mandi dan membilas rambutnya yang panjang dan indah di tepi pantai Danau
Toba, tiba tiba sebuah sampan yang ditumpangi seorang pemuda tampan
dan berwibawa yang berdiri di atas sampan datang menghampiri Boru
Saroding. Melihat pemuda yang mengenakan Ulos Batak dan melihat
tampangnya, Boru Saroding berpikir bahwa pemuda tersebut bukanlah
seorang nelayan biasa seperti yang sering dilihat disekitar pantai
Danau Toba, ketika Pemuda bersampan tersebut semakin dekat ke tempat
dimana Boru Saroding berkeramas jeruk purut (Anggir dlm Bahasa Batak)
hati Boru Saroding berdebar dan bertanya-tanya dalam hati “Siapakah
pemuda ini?” seraya bergegas dengan cepat membersihkan rambutnya,
karena merasa malu dipandangi seroang pemuda sedang mandi. Dengan
tergesa-gesa Boru Saroding pun siap mandi dan beranjak dari pantai
menuju kediaman orang tuanya akan tetapi ketika Boru Saroding hendak
melangkah, sang Pemuda pun berkata kepada Boru Saroding “Putri Raja..
kenapa tergesa gesa pulang” tanya pemuda tersebut kepada Boru Saroding.
Seketika langkah Boru Saroding pun berhenti karena terkejut dan seraya
melirik ke arah Pemuda yang memanggil nya, “Pemuda ini tampan dan
berwibawa ya” penilaian Boru Saroding dalam hati dan “Kebetulan masih
banyak pekerjaan saya yang harus saya selesaikan di rumah kami” dalih
Boru Saroding kepada Pemuda tersebut, si Pemuda Tampan dan Berwibawa
tersebut pun menghampiri Boru Saroding seraya memperkenalkan diri dan
tempat asalnya dari Rassang Bosi (Desa Sabulan Kec.Sitio tio) yang
disebut Ulu Darat kepada Boru Saroding. Dengan hormat Sang Pemuda pun
menyampaikan maksud dan tujuannya menemui Boru Saroding sekaligus
berniat agar Boru Saroding mau memperkenalkan pemuda tersebut kepada
kedua orang tua Boru Saroding. Karena dari awal Boru Saroding melihat
pemuda tersebut sudah terkesan dengan Ketampanan dan Kewibawaan sang
pemuda, Boru Saroding pun merasa senang dan menyetujui permohonan sang
pemuda, merekapun bergegas berjalan bersama menuju rumah Boru Saroding.
Ketika
Boru Saroding dan Pemuda tersebut tiba di rumahnya, seketika Orang Tua
dan saudara saudarinya merasa kagum akan tampang dan cara bicara sang
pemuda yang datang bersama Boru Saroding, mereka serasa disulap melihat
sang pemuda tersebut yang berbadan kekar tersebut.
Pendek
cerita, Sang Pemuda tersebutpun menyampaikan niat baiknya yang ingin
mempersunting Boru Saroding sebagai Isterinya kepada Kedua Orang Tua dan
Saudara-Saudari Boru Saroding, Guru Solandason (Ayah dari Boru
Saroding) meminta tanggapan dari putrinya Boru Saroding, apakah putrinya
Boru Saroding menyukai pemuda tersebut, Boru Saroding pun menyatakan
bahwa putrinya suka dan mau menjadi isteri Pemuda tersebut.
Tak
lama kemudian, Guru Solandason meberitahukan kepada Sanak saudaranya
selanjutnya Pemuda dan Boru Saroding pun mendapat restu dari kedua orang
Boru Saroding kemudain Upacara Adat Pernikahanpun segera dilaksanakan
ditempat tinggal Boru Saroding, setelah acara adat selesai merekapun
diberangkatkan menuju tempat dimana Suami Boru Saroding tinggal.
Merekapun
naik kesampan menuju Rassang Bosi, akan tetapi Boru Saroding sangat
terkejut dikarenakan mereka begitu cepat tiba, Boru Saroding pun semakin
heran karena Sang Suaminya menceritakan tempat tinggalnya diatas gunug
ditengah hutan Tombak Ulu Darat, namun Boru Saroding tidak terlalu
kawatir karena ketika mereka berjalan melewati jurang yang dalam dan
terjal ditambah hutan yang begitu liar, Sang Suami menuntun langkahnya,
memegang tangan Boru Saroding sehingga Boru Saroding tak sedikitpun
merasa lelah bahkan Suaminya terlihat kuat tanpa keringat melewati
daerah yang cukup melelahkan untuk di lalui.
Tidak
berapa lama kemudian, Boru Saroding dan Suaminya tiba ti rumah
Suaminya, merekapun istirahat hingga tertidur pulas sampai keesokan
harinya ketika menjelang pagi Boru Saroding pun terbangun namun Boru
Saroding tidak melihat Suaminya sehingga Boru Saroding melihat ke
samping rumah dan ke belakang rumah, kemudain ketika Boru Saroding
hendak melihat suaminya ke depan rumah Boru Saroding pun tersentak
karena terkejut melihat se ekor ular berukuran sangat besar melintas di
halaman depan rumah suaminya tiba tiba dengan sangat tergesa gesa Boru
Saroding menutup pintu rumah karena merasa sangat terkejut dimana Boru
Saroding sebelumnya tidak pernah melihat ular yang urukannya sangat
besar dan memiliki kepala yang tidak seperti kepala ular pada umumnya,
dengan rasa taku yang luar biasa dan rasa heran Boru Saroding pun duduk
diam terpaku di dalam rumah, tak lama kemudian, Boru Saroding suara
Suaminya memanggil namanya sehingga Boru Saroding dengan segera bergegas
membukakan pintu rumah untuk suaminya dan langsung mengatakan “Tadi
saya melihat se ekor ular besar dengan kepala yang aneh melintas dari
halaman rumah kita menuju pohon besar dihutan” kata Boru Saroding kepada
Suaminya, kemudain Suaminya menjawab pertanyaan Boru Saroding “Tidak
usah takut, ular itu ular yang baik dan tidak mengganggu”.
Mereka
menjalani dan melalui hari kehari dengan kebahagian karena Suami Boru
Saroding selalu memenuhi kebutuhan mereka tanpa kekurangan bahkan Suami
Boru Saroding cukup pintar menghibur Boru Saroding dengan canda dan
tawa, serta memiliki perhatian dan kasih sayang yang begitu besar kepada
Boru Saroding karena Dia berusaha mencarikan buah buahan dan tumbuh
tumbuhan yang mampu membuat kecantikan Boru Saroding terawat. Semua hal
tersebut dilakukan dan dipenuhi Suaminya dengan sangat sangat mudah
tanpa ada keluhan apapun sehingga mereka hidup dalam kebahagian melalui
hari hari rumahtangga mereka. Akan tetapi semakin lama Boru Saroding
pun merasa heran yang dari hari ke hari semakin bertambah kecurigaanya
terhadap cara hidup Suaminya yang penuh kemudahan hingga pada suatu
saat tanpa sengaja Boru Saroding melihat Suaminya di bagian atas rumah
(Para-Para dlm Bahasa Batak) sedang berubah wujud menjadi seekor ular
berukuran sangat besar persis seperti ular yang pernah Boru Saroding
lihat sebelumnya, namun Boru Saroding berura purak tidak melihat
kejadian tersebut karena merasa takut Ular tersebut marah kepada Boru
Saroding kemudai ular tersebut melintas keluar dari rumah menuju hutan
hingga Boru Saroding tinggal sendirian di dalam rumah.
Boru
Saroding merasa sangat terpukul dan merasa penyesalan yang begitu
dalam karena tanpa berpikir panjang dan tanpa mengenal lebih jauh siap
laki-laki tersebut hingga menerima permintaannya menadi isterinya
karena Boru Saroding telah mengetahui bahwa Suaminya bukan manusia
biasa. Menjelang sore, suaminyapun kembali dari hutan membawa bekal
berupa buah-buahan, daging Rusa, Burung dan Burung kemudian Boru
Saroding pun bergegas menyambut suaminya membawa hasil yang dibawa
suaminya ke dapur untuk dimasak dan dijadikan untuk makan malam.
Setelah Boru Saroding selesai menyiapkan makan malam, merekapun makan
malam bersama di rumah yang berada ditengah hutan rimba tersebut dimana
selama ini suaminya tinggal. Setelah usai makan malam, merekapun
berbincang bincang dan dengan jujur Suaminya memberitahukan siapa dia
sebenarnya kepada isterinya Boru Saroding, “Saya sebenarnya adalah
Penguasa Ulu Darat, yang bisa berubah ubah wujud dari Manusia menjadi
Ular dan dari Ular menjadi Manusia” tegas Suaminya kepada Boru Saroding
akan tetapi Boru Saroding cukup pintar menyembunyikan rasa taku dan
penyesalannya yang sangat dalam kepada suaminya, Boru Saroding hanya
tersenyum kepada Suaminya, sehingga suaminya merasa senang karena
melihat isterinya Boru Saroding tidak terkejut atas pengakuannya yang
jujur kepada Boru Saroding.
Hingga
suatu ketika, kedua Saudara Boru Saroding datang berkunjung ke rumah
Boru Saroding yang berada di antara pegunungan ditengah-tengah hutan
yang dinamai Tombak Ulu Darat karena kedua saudaranya sudah sangat
merindukan Boru Saroding yang merupakan saudar perempaun tersayang bagi
kedua saudara Boru Saroding tersebut, Boru Saroding pun merasa sangat
bahagia karena sudah dikunjugi oleh Saudaranya sehingga dengan sangat
gembira, Boru Saroding pun menyajikan berbagai aneka makanan dan
buah-buahan kepada kedua saudaranya tersebut. Sembari menikmati makanan
yang banyak, mereka bercerita dan berbincang bincang hingga rasa rindu
mereka terobati bahkan waktu tidak terasa, senja pun tiba, seperti
biasanya Boru Saroding tau jika Suaminya akan segera kembali dari hutan
dan dengan tergesa gesa Boru Saroding berusaha mengajak kedua
saudaranya untuk bersembunyi di bagian atas rumah dibawah atap kearena
Boru Saroding sudah mendengar suara suara pertanda suaminya akan datang
dan karena Boru Saroding merasa ketakutan dimana Boru Saroding tau
bahwa ular tersebut mau memakan manusia, kedua saudaranya pun
bersembunyi agar tidak terlihat oleh Suami Boru Saroding.
Suami
Boru Saroding pun tiba di rumah, tiba-tiba suaminya tampak heran dan
sepertinya menciup sesuatu yang lain dari yang lain dan bertanya
“Sepertinya saya mencium darah manusia lain di rumah ini” kepada
isterinya Boru Saroding. Dengan tergesa gesa Boru Saroding berupaya
mengalihkan pembicaraan dengan cepat mengidangkan makan malam Suaminya
kemudian Suami Boru Saroding selesai makan malam selanjutnya Boru
Saroding mengajak Suaminya untuk beristirahan. Ketika mereka hendak
beristirahat, sesekali dengan tampak yang penuh curiga, Suami Boru
Saroding bertanya, “Saya mencium ada orang lain dirumah ini?” tanya
Suaminya kepada Boru Saroding, “Ah… sudalah, itu hanya perasaan mu saja,
tidak ada orang lain dirumah ini” jawab Boru Saroding dengan rasa
takut yang luar biasa kepada Suaminya, “Ini sudah larut malam,
sebaiknya kita istirahat saja” ajak Boru Saroding kepada Suaminya yang
masih tetap bertingkah aneh penuh curiga. Karena tidak tahan lagi Boru
Saroding menyembunyikan rasa takutnya kepada Suaminya sehingga Boru
Saroding pun memberitahukan keberadaan kedua saudaranya kepada Suaminya
“Ampuni .. saya suamiku, karena aku telah membohongi mu” kata Boru
Saroding kepada Suaminya, “Benar dirumah ini ada orang lain selain
kita, karena saya beripikir engkau akan marah jika engkau tau saudaraku
datang mengunjungi kita ke rumah ini” aku Boru Saroding dihantui rasa
takut yang sangat besar kepada Suaminya, “Mereka datang karena sudah
sangat rindu kepada kita” kata Boru Saroding sambil memohon dan
membujuk Suaminya, kemudian Suami Boru Saroding meminta agar kedua
saudara Boru Saroding dipanggil untuk datang menghadap Suaminya, dengan
perasaan yang masih dihantui ketakutan, Boru Saroding pun memanggil
kedua saudaranya keluar dari tempat persembunyian mereka di bagian atas
ruhak dibawah atap rumah (Dalam Bahasa Batak disebut Bukkulan Ni
Ruma).
Kemudian kedua saudara
Boru Saroding menghampiri Suami Boru Saroding seraya saling bersalaman
dan tidak seperti ketakutan yang dibayangkan oleh Boru Saroding, justru
kedua saudara Boru Saroding tampak gembira bercerita dengan suaminya
hingga saking asiknya pembicaraan mereka (Suami dan Saudara Boru
Saroding) tidak terasa waktupun sudah menjelang pagi.
Setelah
pagi hari tiba, kedua saudara Boru Saroding berniat untuk kembali ke
Samosir, sehingga kedua saudaranya memberitahu kepada Boru Saroding
bahwa mereka akan kembali ke Samosir pagi ini, Boru Saroding pun
mengajak kedua saudaranya untuk mohon pamit kepada Suaminya dan ketika
hendak berpamitan, salah satu saudara Boru Saroding berkata “Lae, kami
akan segera pulang ke Samosir, Lae kasi apa sama kami untuk kami bawa
pulang ke Samosir? Tanya saudara Boru Saroding kepada Suaminya,
“Terimakasih Lae karena telah datang berkunjung kesini” jawab Suami Boru
Saroding kepada kedua saudaranya sambil memberikan 2 (dua) buah
bingkisan yang di balut kain dan diikat dengan tali kepada Pandiangan
(Kedua Saudara Boru Saroding) seraya berpesan “Hanya saja ada syarat
yang harus dipenuhi oleh Lae” kata Suami Boru Saroding “Apa saja
syaratnya Lae?” tanya kedua Saudara Boru Saroding kepada Suaminya
“Sesampainya di Samosir, bingkisan ini jangan dibuka akan tetapi lae
harus menunggu hingga 7 (tujuh) hari lamanya baru Lae Pandiangan bisa
membuka bungkusan ini” pesan Suami Boru Saroding kepada kedua saudara
Boru Saroding. Kedua Saudara Boru Saroding menjawab “Ia Lae, akan kami
penuhi pesan lae”. Kemudian Pandiangan (Kedua saudara Boru Saroding) pun
pamit dan beranjak pulang melewati hutan yang cukup mengerikan,
melalui lembah dan jurang jurang yang terjal hingga kedua saudara Boru
Saroding pun tiba di tepi pantai Desa Sabulan yang selanjutnya mereka
menaiki sampan untuk menyebrang ke Pulau Samosir.
Setelah
mereka tiba di rumah masing masing dimana pada saat itu kedua saudara
Boru Saroding (Pandiangan) sudah menikah dan tinggal dirumah bersama
isteri masing-masing, mereka menceritakan perjalanan yang ditempuh
kepada isteru mereka masing masing, mereka menunjukkan bingkisan (Gajut)
yang mereka bawa kepada isterunya. Salah satu dari Pandiangan (Saudara
Boru Saroding) bersungut-sungut karena meras kesal dengan hanya
menerima bingkisan (Gajut) kecil dari Laenya yang sudah bersusah paya
mengunjungi Lae dan Saudarinya di tengah hutan diatas gunung Ulu Darat
tersebut, “Masa jauh-jauh dari Samosir ke Ulu Darat hanya dikasih
bungkusan kecil kek gini, itupun pake syarat pula itu” kata salah satu
Saudara Boru Saroding kepada isterinya. Pendek cerita, karena tidak
sabar menunggu hari yang telah dipesankan oleh Laenya ditambah rasa
penasaran yang cukup besar, maka Pandiangan (Sudara Boru Saroding)
membuka bungkusan tersebut, karena tidak sesuai dengan pesan Suami Boru
Saroding, maka bungkusan yang dibuka salah satu saudara Boru Saroding
tersebutpun hanya berisikan: Tanah, Kunyit, Potongan Kayu kecil dan
ulat-ulat, karena merasa dihina, Pandiangan (salah satu saudara Boru
Saroding yang membuka bungkusan tersebut) pun marah dan mengucapkan
makian terhada Suami Boru Saroding, “Kurang ajar, masa kekgini cara dia
menghargai saya selaku Saudara laki-laki Boru Saroding”, “Tidak atu
sopan terhadap keluarga isterinya” kata salah satu saudara Boru Saroding
lalu membuang bungkusan yang dibuka tersebut sebelum waktunya.
Kemudian Pandiangan membujuk dan mengajak adiknya Pandiangan paling
bungsu untuk turut membuka bungkusan yang diberikan oleh Laenya
tersebut, “Buka aja dik bungkunsannya, mungkin isinya sama saja seperti
yang telah abang buka tadi” kata Pandiangan kepada saudaranya akan
tetapi Pandiangan paling bunsu tetap tidak mau mebuka bungkusan
tersebut dan bertahan memenuhi pesan yang telah disampaikan oleh Laenya
(Suami Boru Saroding).
Setelah
hari ke 7 (tujuh) tiba sesuai dengan pesan Laenya, maka Pandiangan
paling bungsu pun membuka bungkusan tersebut dan ketika bungkusan
tersebut dibuka, tiba-tiba keluar ulat ulat yang jumlahnya sangat banyak
dari bungkusan akan tetapi dalam hitungan beberapa detik, ulat-ulat
yang tadinya keluar dari bungkusan tersebut berubah menjadi kerbau dan
sapi dengan jumlah yang sangat banyak juga saking banyaknya jumlah sapi
dan kerbau tersebut, hingga lokasi pekarangan perkampungan tersebut
tirlihat padat sementara kunyit yang keluar dari bungkusan tersebut
berubah menjadi emas dengan jumlah yang cukup banyak dan potongan kayu
kecil pun berubah menjadi batang pohon yang memadati lokasi perkampungan
Pandiangan paling bungsu.
Beberapa
bulan kemudian, ternak sapi dan kerbau yang dimiliki Pandiangan paling
bungsu semakin lama semakin bertambah banyak jumlahnya sementara hasil
pertanian dan pohon yang dimilikinya ikut bertambah banyak sehinggan
Pandiangan paling bungsu semakin terkenal sebagai warga paling kaya di
daerah tersebut.
Setelah hampir ½
tahun kemudian, karena sudah sangat rindu akan kampung halamannya
terlebih lebih kepada Orang Tua dan Saudara-Saudara Boru Saroding di
Samosir, maka Boru Saroding meminta ijin kepada Suaminya untuk diberikan
kesempatan pulang ke kampung halaman guna mengobati rasa rindunya
tersebut.
“Suamiku… saya sudah
rindu akan kampung halaman, saudara-saudara ku dan terlebih lebih orang
tuaku di Samosir, ijinkan saya menjenguk mereka, saya tidak akan lama
lama disana”
Kata Boru Saroding kepada Suaminya, dengan berat hati Suami Boru Saroding menjawab
“Sepertinya
saya punya pirasat buruk jika aku ijinkan engkau berkunjung ke
Samosir, sepertinya engkau tak akan kembali lagi ke tempat kita ini
(Ulu Darat)”
Boru Saroding pun
tidak putus asa dan tetap berupaya membujuk Suaminya agar Boru Saroding
diberi ijin seraya berusaha memberikan kepercayaan kepada Suaminya.
“Suamiku…
saya janji jika engkau ijinkan saya ke Samosir, saya akan pulang
karena saya tidak mungkin meninggalkan Suamiku sendiri yang telah
memberikan saya kebahagian dan telah meberikan aku kasih sayang, saya
Cuma sebentar di Samosir setelah itu saya akan pulang ke sini (Ulu
Darat)” jelas Boru Saroding kepada Suaminya.
Karena
Boru Saroding sudah memohon dan memberikan penjelasan yang cukup
meyakinkan Suaminya, maka Suami Boru Saroding pun mengijinkan Boru
Saroding untuk bertamu ke Samosir tempat tinggal mertuanya, sehingga
Suaminya mengantarkan Boru Saroding ketepi pantai Danau Toba untuk
menyeberangkkan isterinya ke Samosir.
Dengan
penuh keajaiban, Suami Boru Saroding memetik sepucuk daun pohon
kemudain meletakkannya di tepi Danau dan tiba-tiba daun tersebut berubah
menjadi sebuah Sampan, setelah itu Suami Boru Saroding mempersilahkan
Boru Saroding memasuki sampan tersebut, kemudain Suami Boru Saroding
berkata “Boru Saroding isteriku yang baik hati, engkau adalah putri raja
yang telah menjadi isteriku, engkau berjanji akan cepat kembali dari
Samosir karena kita saling mencintai dan saling menyayangi, jadi kumohon
dengan sangat agar engaku penuhi janjimu dan cepat pulang ya isteriku,
saya juga percaya akan apa yang telah engkau janjikan kepada ku?” kata
Suaminya kepada Boru Saroding.
Boru
Saroding pun mengangguk seraya mengiakan perkataan Suaminya dan
berkata “Baik Suamiku, percayalah… saya akan cepat pulang dari Samosir,
engkau boleh membuat sumpah” kata Boru Saroding kepada Suaminya dengan
usaha untuk tetap menyakinkan Suaminya agar rencananya dapat berjalan
lancar, lalu Suami Boru Saroding pun mengucapkan sebuah sumpah “Dekke
Ni Sabulan Tu Tonggina Tu Tabona, Manang ise si ose padan..Turipurna tu
magona” (Dalam bahasa Indonesia diartikan bahwa Setiap Orang yang
Ingkar Janji/Sumpah maka Ia akan menanggung akibat buruk) dengan
perasaan sedih yang mendalam dihati Suami Boru Saroding mendorong
sampan dan “Berangkatlah isteriku Boru Saroding” kata Suaminya kepada
Boru Saroding sambil melepas sampan yang dinaiki Boru Saroding ke arah
Danau Toba yang saat itu situasi tampak damai tanpa angin dan tanpa
gelombang bahkan saat itu, cuaca dilangit tampak begitu cerah, setelah
Boru Saroding mendayung sampannya sekitar 5 (lima) meter dari bibir
pantai Boru Saroding pun berkata dengan pelan seperti berbisik
“Peh…bursik….…., kupikir engaku manusia…ternyata engkau hanya seekor
ular dan hanya hantu berwajah manusia, kau kira saya akan kembali lagi
ke Ulu Darat…tempat yang mengerikan itu? Dasar hantu berwajah manusia
berbadan ular.” Kata Boru Saroding dengan pelan sambil tergesa gesa
mendayung sampannya yang dibareingi rasa kecewa serta ketakutan.
Tiba
tiab, cuaca dilangit berubah menjadi gelap, angin putting beliungpun,
hujan dan suara petir datang sehingga ombak besar mulai muncul di Danau
Toba dimana Boru Saroding sedang melintas dengan sampannya. Melihat
situasi yang tiba tiba berubah, Boru Saroding pun menjerit-jerit
ketakutan, dengan sekuat tenaga… Boru Saroding pun berupaya
mengendalikan sampannya namun tiba tiba muncullah ombak yang sangat
besar menuju Boru Saroding sehingga Boru Saroding pun takmampu
mengendalikan sampan yang ditumpangi sehingga Boru Saroding dan
sampannyapun ikut terseret gelombang besar tersebut tak lama kemudian
Boru Saroding pun hanyut dibawa arus air kedasar Danau Toba.
Semenjak
kejadian itu hingga sekarang, Boru Saroding tidak dapat ditemukan dan
menurut keyakinan Orang Batak, khususnya warga Pulau Samosir menyakini
bahwa Boru Saroding menjadi arwah penjaga Danau Toba maka sampai saat
ini, banyak warga yang masih meyakini hal tersebut bahkan sesuai dengan
kesaksian beberapa keturunan Pandiangan atau Siraja Sonang masih
meyakini arwah Boru Saroding karena konon dikatakan Jika ada sebuah
kapal yang sedang melintas di perairan Danau Toba dengan kondisi cuaca
buruk dan gelombang/ombak besar maka salah satu penumpang kapal yang
merupakan keturunan atau masih keluarga dari marga Pandiangan dapat
meminta pertolongan melalui Doa kepada Boru Saroding agar ombak besar
dan angin kencang yang sedang menghalau kapal tersebut dihentikan oleh
Arwah Boru Saroding, akan tetapi hal ini ternyata benar benar terbukti
karena hanya dengan memakan Sirih lalu berdoa memohon bantuan Arwah Boru
Saroding, maka kendala apapun yang sedang dialami oleh kapal akan
dihentikan.
Hingga kini sebagian besar warga
Samosir masih meyakini legenda serta keberadaan Arwah Boru Saroding.
Dan warga menyebutnya Namboru Boru Saroding Penunggu Danau Toba wilayah
Rassang Bosi, Dolok Martahan, Palipi, Mogang, Sabulan Janji Raja,
Tamba, Simbolon dan Hatoguan.
Dan
dipesankan kepada seluruh warga yang berkunjung dan melewati daerah
tersebut diminta agar tidak membuang ludah/sampah ke Danau serta tidak
boleh berbicara kotor karena konon katanya orang yang tidak memenuhi
pesan tersebut akan mengalami suatu hal yang cukup mengerikan dan
kemungkinan besar kapal yang ditumpangi akan mengalami musibah besar.
Sementara Suami dari Boru
Saroding dipanggil warga dengan sebutan “Amangboru Saroding” yang
diyakini dan disaksikan sebagian warga Pandiangan sering melihat Suami
Boru Saroding turun dari Ulu Darat menuju Danau tempat Ia mengantarkan
isteri nya Boru Saroding, penampakan dari Suami Boru Saroding berwujud
Ular Besar dan Panjang berbadan manusia berenang di sekitar tempat Boru
Saroding tenggelam bersama sampan yang ditumpangi, sementara di Kaki
Gunug Ulu darat tepatnya diperkampungan Pandiangan Desa Sabulan
Kecamatan Sitiotio terdapat sebuah Permandian Namboru Boru Saroding yang
diyakini sebagai tempat Boru Saroding mandi dan keramas dengan jeruk
purut, tempat tersebut diberi nama “Par Anggiran Ni Namboru Boru
Saroding” ditempat permandian Boru Saroding tersebut terdapat Pohon
besar dimana pada dahan dan ranting pohon tersebut ditumpangi pohon
Jeruk Purut akan tetapi buah dari Jeruk Purut yang menumpang ke Pohon
besar tersebut tidak boleh diambil sembarang orang.
Kisah atau Legenda ini menjadi
salah satu Objek Wisata di Kabupaten Samosir, Situs Budaya yang
mengisahkan Legenda Perjalanan Boru Saroding dan kemudian tempat
tersebut di beri nama “Par Anggiran Ni Namboru Boru Saroding” yang
berlokasi di Desa Sabulan Kecamatan Sitiotio Kab.Samosir atau jika kita
berkunjung ke tempat bersejarah tersebut, hanya sekitar ½ jam dengan
menggunakan kapal dari Pelabuhan Mogang Kec.Palipi.
Tempat
ini seiring dikunjungi oleh Keluarga Pandiangan atau Sirajasonang
bahkan toris lokal maupun manca negara mengunjugi tempat ini dengan
tujuan berjiarah sekaligus mengenang Perjalanan Namboru Boru Saroding
Pandiangan.
Hingga saat ini, kisah nyata
serta kesaksian tentang keberadaan Arwah Namboru Boru Saroding masih
banyak dikisahkan oleh warga Samosir khususnya warga yang sedang
melintas dari Daerah tersebut.
Demikian Legenda Namboru Boru
Saroding ini saya posting kepada seluruh pengunjung Bona Pasogit
Nainggolan Blogspot. Legenda ini berhasil saya publikasikan setelah
melakukan pendekatan sekaligus penggalian informasi kepada warga yang
masih memiliki hubungan langsung dengan Namboru Boru Saroding (Marga
Pandiangan) bahkan selama penggalian informasi, saya juga mendengar
kesaksian mereka atas penampakan Arwah Amangboru Saroding maupun Namboru
Boru Saroding.
Sejarah Legenda Boru Saroding
yang saya posting ini tentu saja masih belum sempurna bahkan mungkin
jika sebelumnya pembaca pernah membaca atau mengetahui legenda ini dari
sumber lain dan terdapat ada perbedaan, maka mohon untuk disampaikan
komentar, agar kedepannya dapat dilakukan perbaikan.
Terimakasih….Horas…
In a large forests, there is a group of animals. The animals that had a king, the lion. King of the jungle usually arrogant
http://www.suksestoto.com/